Sunday, January 22, 2017

Khalid Bin Walid RA

Khalid bin Walid adalah seorang panglima perang yang termasyhur dan ditakuti di medan tempur. Ia mendapat julukan "Pedang Allah yang Terhunus". Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang karirnya.

Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi Khalid, adalah istri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.

Awalnya Khalid bin Walid adalah panglima perang kaum kafir Quraisy yang terkenal dengan pasukan kavalerinya. Pada saat Perang Uhud, Khalid yang melihat celah kelemahan pasukan Muslimin yang menjadi lemah setelah bernafsu mengambil rampasan perang dan turun dari Bukit Uhud, langsung menghajar pasukan Muslim pada saat itu. Namun justru setelah perang itulah Khalid masuk Islam.

Ayah Khalid, Walid bin Mughirah dari Bani Makhzum adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy. Dia orang yang kaya raya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa ibadah haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.

Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, merekalah yang mengurus gudang senjata dan tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit. Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang lebih dibanggakan seperti Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam di lembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzumlah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.

Ketika Khalid bin Walid masuk Islam, Rasulullah sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat membela panji-panji Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan Khalid diangkat menjadi panglima perang dan menunjukkan hasil kemenangan atas segala upaya jihadnya.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Khalid bin Walid ditunjuk menjadi panglima pasukan Islam sebanyak 46.000, menghadapi tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Dia sama sekali tidak gentar menghadapinya, dia hanya khawatir tidak bisa mengendalikan hatinya karena pengangkatannya dalam peperangan yang dikenal dengan Perang Yarmuk itu.

Dalam Perang Yarmuk jumlah pasukan Islam tidak seimbang dengan pihak musuh yang berlipat-lipat. Ditambah lagi, pasukan Islam yang dipimpin Khalid tanpa persenjataan yang lengkap, tidak terlatih dan rendah mutunya. Ini berbeda dengan angkatan perang Romawi yang bersenjata lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak. Bukan Khalid namanya jika tidak mempunyai strategi perang, dia membagi pasukan Islam menjadi 40 kontingen dari 46.000 pasukan Islam untuk memberi kesan seolah-olah pasukan Islam terkesan lebih besar dari musuh.

Strategi Khalid ternyata sangat ampuh. Saat itu, taktik yang digunakan oleh Romawi terutama di Arab utara dan selatan ialah dengan membagi tentaranya menjadi lima bagian; depan, belakang, kanan, kiri dan tengah. Heraklius telah mengikat tentaranya dengan besi antara satu sama lain. Ini dilakukan agar mereka jangan sampai lari dari peperangan. 

Kegigihan Khalid bin Walid dalam memimpin pasukannya membuahkan hasil yang membuat hampir semua orang tercengang. Pasukan Islam yang jumlahnya jauh lebih sedikit itu berhasil memukul mundur tentara Romawi dan menaklukkan wilayah itu.

Perang yang dipimpin Khalid lainnya adalah perang Riddah (perang melawan orang-orang murtad). Perang Riddah ini terjadi karena suku-suku bangsa Arab tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Abu Bakar di Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Rasulullah, dengan sendirinya batal setelah Rasulullah wafat. 

Oleb sebab itu, mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan. Maka Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk menjadi jenderal pasukan perang Islam untuk melawan kaum murtad tersebut, hasilnya kemenangan ada di pihak Khalid.

Masih pada pemerintahan Abu Bakar, Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai Al-Hirah pada 634 M. kemudian Khalid bin Walid diperintahkan oleh Abu Bakar meninggalkan Irak untuk membantu pasukan yang dipimpin Usamah bin Zaid. 

Ada kisah yang menarik dari Khalid bin Walid. Dia memang sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak popularitas. 

Hal ini ditunjukkannya saat Khalifah Umar bin Khathab mencopot sementara waktu kepemimpinan Khalid bin Walid tanpa ada kesalahan apa pun. Menariknya, ia menuntaskan perang dengan begitu sempurna. Setelah sukses, kepemimpinan pun ia serahkan kepada penggantinya, Abu Ubaidah bin Jarrah.

Khalid tidak mempunyai obsesi dengan ketokohannya. Dia tidak menjadikan popularitas sebagai tujuan. Itu dianggapnya sebagai sebuah perjuangan dan semata-mata mengharapkan ridha Sang Maha Pencipta. Itulah yang ia katakan menanggapi pergantiannya, "Saya berjuang untuk kejayaan Islam. Bukan karena Umar!" 

Jadi, di mana pun posisinya, selama masih bisa ikut berperang, stamina Khalid tetap prima. Itulah nilai ikhlas yang ingin dipegang seorang sahabat Rasulullah seperti Khalid bin Walid.

Khalid bin Walid pun akhirnya dipanggil oleh Sang Khaliq. Umar bin Khathab menangis. Bukan karena menyesal telah mengganti Khalid. Tapi ia sedih karena tidak sempat mengembalikan jabatan Khalid sebelum akhirnya "Si Pedang Allah" menempati posisi khusus di sisi Allah SWT.

Khadijah binti Khuwailid RA, Ummul Mukminin

Khadijah binti Khuwailid RA merupakan seorang wanita terpandang di Makkah, dari keturunan yang mulia, juga seorang pengusaha yang sukses. Khadijah telah menikah dua kali sebelum pernikahannya dengan Rasulullah SAW. Sebagian riwayat mengatakan bahwa Khadijah menikah pertama kalinya dengan Atik bin Aidz, ia mempunyai seorang anak perempuan bernama Hindun, yang kemudian menjadi seorang muslimah yang taat. Setelah berpisah dengan Atik, Khadijah menikah lagi dengan Abu Halah, atau nama aslinya Nabasyi bin Malik. Dari pernikahannya ini ia mempunyai dua orang anak, lelaki dan perempuan (sebagian riwayat mengatakan, keduanya lelaki). Abu Halah meninggal terlebih dahulu. Riwayat lain menyebutkan, Abu Halah suami pertamanya, baru kemudian Atik bin Aidz.

Dalam status jandanya yang kedua kali ini, banyak sekali pemuka dari kaum Quraisy yang ingin memperistrinya, tetapi dengan tegas ia menolaknya. Khadijah mempunyai kebiasaan meminta seseorang untuk menjalankan dagangannya dan membagi keuntungan dengan mereka. Tatkala ia mendengar kabar tentang Muhammad yang mempunyai kejujuran, kredibilitas dan kemuliaan akhlak, ia menawarkan untuk menjalankan dagangannya ke Syam. Atas dorongan dan dukungan dari pamannya, Abu Thalib, Muhammad yang kala itu masih pemuda berusia 25 tahun menerima tawaran ini.

Beliau berangkat disertai pembantu Khadijah yang bernama Maisarah, dan perdagangannya ini memperoleh keuntungan yang sangat besar. Melihat hal ini Khadijah jadi sangat tertarik dengan Muhammad, apalagi setelah memperoleh cerita dari Maisarah tentang kejujuran dan ketinggian akhlak beliau selama menjalankan perdagangannya di Syam.

Suatu malam, Khadijah bermimpi melihat matahari turun ke kota Makkah, kemudian bergerak menuju ke rumahnya, sehingga cahayanya menerangi seluruh penjuru rumah dan sekelilingnya. Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pemeluk Nashrani yang mempunyai pengetahuan yang luas dan mampu menafsirkan impian seseorang. Setelah mendengar cerita Khadijah, Waraqah yang telah tua dan buta itu menyatakan bahwa akan turun seorang Nabi di kota Makkah dan Khadijah akan menjadi istrinya. Dan dari dalam rumahnya dakwah akan menyebar ke penjuru Arabia.

Khadijah mempunyai firasat kuat bahwa calon nabi tersebut adalah Muhammad. Siapa lagi orang di Makkah yang mempunyai kualitas akhlak dan perilaku yang lebih baik daripada dia. Ditambah lagi dengan cerita Maisarah selama mengiring Muhammad menjalankan perdagangannya ke Syam, di antaranya, adanya gulungan awan yang menaungi mereka sehingga terhindar dari teriknya matahari padang pasir. Karena itu muncul keinginannya untuk menikahinya.

Dengan perantaraan seorang temannya bernama Nafisah binti Munyah, Khadijah menyampaikan maksudnya untuk menikahi Muhammad kepada pamannya, Abu Thalib. Beliau menyambut baik keinginan Khadijah tersebut. Walau telah berusia 40 tahun, Khadijah adalah seorang wanita yang cantik dan pandai, kaya dan terpandang sekaligus sangat menjaga dirinya, sehingga memperoleh gelar Thahirah (wanita suci), dan sangat jauh dari budaya jahiliah.

Muhammad segera menghubungi paman-pamannya untuk melamar Khadijah. Perkawinan berlangsung meriah, dihadiri oleh Bani Hasyim dan pemuka Bani Mudhar. Mas kawin yang diberikan Nabi SAW adalah 20 ekor unta muda, yang menjadi wali Khadijah adalah pamannya, Umar bin Asad karena ayahnya, Khuwailid telah meninggal dunia. Perkawinan ini berlangsung dua bulan sepulangnya beliau dari perdagangan di Syam.

Nabi SAW sangat mencintai Khadijah, jauh melebihi istri-istri beliau lainnya, termasuk setelah kewafatannya, sehingga pernah memancing kecemburuan Aisyah. Ketika beliau menyebut nama Khadijah yang telah wafat, Aisyah berkata emosional, "Mengapa engkau masih saja mengingat wanita tua Quraisy, yang sudah meninggal itu. Bukankah Allah telah memberikan ganti dengan istri yang lebih baik darinya!!"

Memang, Aisyah merupakan istri yang paling dicintai beliau dibanding istri-istri beliau lainnya. Tetapi sebaik apapun Aisyah, di mata Rasulullah, ia tidak bisa dibandingkan dengan Khadijah. Beliau bersabda, "Demi Allah, tiada yang lebih baik dari dirinya. Ia telah mempercayaiku ketika semua orang mendustakan. Ia merelakan semua hartanya, ketika semua orang malah menahannya, dan Allah mengaruniakan anak-anak darinya dan tidak dari istri-istriku lainnya…"

Siapa yang tidak tahu, bagaimana besarnya peran Khadijah pada masa-masa awal beliau mengemban risalah Islam ini. Ketika beliau dalam kegoncangan jiwa saat pertama kali bertemu Jibril, dialah yang menentramkan dan menguatkan jiwa beliau, bahkan membawa beliau kepada Waraqah bin Naufal untuk memantapkan bahwa beliau berada di dalam kebenaran. Ketika hampir seluruh pemuka-pemuka Quraisy memusuhi dan mengingkarinya, dialah yang jadi pembela dan sandaran kekuatan beliau, bersama Abu Thalib. Maka tatkala dua orang ini meninggal, beliau tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, sehingga dalam sejarah dikenal sebagai "Tahun Duka Cita" (Amul Huzni).

Suatu saat Nabi SAW dikirimi seseorang unta yang telah disembelih, beliau mengambil sendiri beberapa bagian, kemudian menyuruh seseorang mengantarkan kepada teman Khadijah. Melihat hal itu, Aisyah berkata, "Mengapa engkau mengotori tanganmu sendiri, bukankah bisa orang lain mengerjakannya?"

Nabi SAW menjelaskan bahwa Khadijah pernah berwasiat kepada beliau seperti itu. Kontan muncul kecemburuan Aisyah, ia berkata, "Khadijah lagi, Khadijah lagi…seolah-olah tidak ada lagi wanita di bumi ini selain Khadijah…!!"

Mungkin reaksi yang wajar dari seorang istri, dan beliau mungkin bisa memakluminya kalau menyangkut istri beliau lainnya. Tetapi karena ini menyangkut Khadijah, tampak sepercik kemarahan pada wajah beliau. Tanpa banyak bicara, beliau bangkit berdiri dan pergi.

Beberapa waktu kemudian beliau kembali menemui Aisyah, tampak ia menangis sedang ditemani ibunya, Ummu Ruman. Ummu Ruman berkata, "Ya Rasulullah, ada apa antara engkau dengan Aisyah? Ia masih anak-anak, hendaklah engkau memaafkannya….!"

Nabi SAW tersenyum, sambil memegang ujung bibir Aisyah beliau berkata, "Bukankah engkau sendiri yang berkata, tidak ada wanita lain di bumi ini selain Khadijah…!!"

Inilah Khadijah, walaupun Allah telah memberikan ganti dengan istri-istri lainnya, dari yang muda, dewasa, juga yang tua (yakni Saudah bin Zam'ah), yang cantik dan berbakti, yang mandiri, sabar dan tidak membebani Nabi SAW, tetapi tetaplah Khadijah yang menjadi sosok utama di dalam hati beliau.

Baca Juga Kisah Sahabat Nabi :
Dua Tawanan Musailamah al Kadzdzab
Abu Dzar al Ghifari RA
Wahsyi Bin Harb Al Habsyi RA
Wa'il bin Hajar RA
Wahab bin Qabus RA

Said Bin Zaid RA